Rabu, 12 Juni 2013

Pembangunan Infrastruktur di Daerah Perbatasan Kalimantan – Malaysia



Area perbatasan suatu negara memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Pembangunan wilayah  perbatasan pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan yang mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara, menjadi faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara, serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala
regional maupun nasional.
Secara geografis, wilayah kontinen Republik Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa Negara tetangga diantaranya Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan kontinen tersebut tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan lima belas kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan yang berbeda-beda dengan total panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.

Sedangkan wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara: India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan PNG. Kawasan-kawasan perbatasan maritim umumnya berupa pulaupulau terluar yang berjumlah 92 pulau, beberapa di antaranya adalah pulaupulau kecil yang hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif.
Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik. Selama ini, tanggung
jawab pengelolaan wilayah perbatasan hanya bersifatkoordinatif antar lembaga pemerintah kementerian dan non kementerian, tanpa ada sebuah lembaga pemerintah yang langsung bertanggung jawab melakukan manajemen perbatasan dari tingkat pusat hingga daerah.

Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapat  perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil,terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan. Hal ini menyebabkan kurang adanya daya tarik bagi para pelaku usaha untuk menjalankan aktivitas ekonominya di daerah-daerah perbatasan Indonesia.
Tinjau saja perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan.Luasnya kawasan perbatasan Indonesia seharusnya mencerminkan adanya sebuah kebijakan pengelolaan perbatasan yang efektif dan akuntabel khususnya dari aspek sosial ekonomi dan keamanan. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sistem manajemen perbatasan Indonesia selama ini berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Meningkatnya tindak kejahatan di perbatasan (border crime) seperti penyelundupan kayu, barang, dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme, serta penetrasi ideologi asing telah mengganggu kedaulatan serta stabilitas keamanan di perbatasan negara. Selama ini, kawasan perbatasan Indonesia hanya dianggap sebagai garis pertahanan terluar negara, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan (security approach). Itulah sebabnya aliran investasi kurang menyentuh secara menyeluruh pada daerah perbatasan. Bandingkan dengan Malaysia, telah menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan keamanan secara berdampingan pada pengembangan wilayah perbatasannya.
Dengan kondisi yang demikian sehingga pada level lokal permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang ada dikawasan perbatasan adalah: Keterisolasian, keterbelakangan, kemiskinan, mahalnya harga barang  dan jasa, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik (infrastruktur), rendahnya kualitas SDM pada umumnya, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Kondisi wilayah perbatasan saat ini pada umumnya belum mendapat perhatian secara proporsional.
Analisis :
Karena Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional dan Sedangkan wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara: India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan PNG. tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan (security approach). Itulah sebabnya aliran investasi kurang menyentuh secara menyeluruh pada daerah perbatasan. Bandingkan dengan Malaysia, telah menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan keamanan secara berdampingan pada pengembangan wilayah perbatasannya

sumber :

http://sipildankewarganegaraan.wordpress.com/2013/02/11/pembangunan-infrastruktur-di-daerah-perbatasan-kalimantan-malaysia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar