Senin, 22 April 2013

tugas 2 perekonomian ndonesia-kenaikan parkir di jakarta


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama menilai, kenaikan tarif parkir di sejumlah gedung perkantoran maupun pusat perbelanjaan di Jakarta dapat mengatasi kemacetan dengan cepat. Hal ini, kata Basuki, tentu akan diimbangi dengan peningkatan jumlah armada transportasi massal oleh Pemprov DKI Jakarta.  

"Sebetulnya jika pengelola mal menaikkan tarif parkir tentu pakai logika survei juga. Karena kalau dinaikkan terlalu tinggi pasti akan berdampak juga pada jumlah pengunjungnya. Tapi kenyataannya, meski mahal pengunjung mal tetap berdatangan," ujar Basuki seperti dikutip lamanberitajakarta.com.

Dikatakan Basuki, naiknya tarif parkir di sejumlah mal maupun gedung perkantoran di Jakarta bisa berdampak baik dengan diberlakukannya pajak online dibidang perparkiran. "Ini sesuatu yang boleh saja ada pajak online. DPRD juga menyetujui," kata Basuki.

Efek lainnya, sambung Basuki, akan mengurangi penggunaan mobil pribadi oleh masyarakat. Sebab, masyarakat akan merasakan beratnya biaya parkir yang tinggi terutama selama jam kerja. "Salah satu cara agar banyak orang yang beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum salah satunya dengan menaikkan tarif parkir tadi. Di luar negeri juga begitu," katanya.

Ditegaskan Basuki, dengan adanya kebijakan tarif parkir yang mahal, tentu akan memacu Pemprov DKI Jakarta meningkatkan kualitas maupun kuantitas alat transportasi massal. Sehingga, saat nanti warga beralih menggunakan angkutan umum, jumlah armadanya punsudah  sesuai dengan kebutuhan. "Saat ini, kami fokus bagaimana memperbanyak jumlah armada bus di jalur Transjakarta," katanya.

Seperti diketahui, sejumlah mal maupun gedung perkantoran di Jakarta sudah menaikkan tarif parkir yang berlaku sejak 1 Februari kemarin. Untuk tarif parkir mobil, dari yang sebelumnya Rp 3.000 per jam menjadi Rp 4.000 per jam. "Dulu kalau parkir satu sampai dua jam paling hanya membayar Rp 2.000 - Rp 6.000. Tapi sekarang baru masuk saja sudah membayar Rp 4.000 dan kelipatan per jam jadi berapa coba?," keluh Dian (29), pemilik mobil yang kerap memarkirkan kendaraannya di kawasan Blok M Jakarta Selatan.

pendapat saya bahwa kenaikan parkir di jakarta mempunyai dua sisi yaitu nrgatif dan positif, negatifnya yaitu semakin banyaknya pengguna parkir beralih ke parkiran di pinggir jalan dan juga memberatkan pengguna parkir golongan ke bawah, positifnya yaitu mengurangi pemakain kendaran pribadi dan kemacetan di ibukota

Tugas 3 Perekonomian Indonesia


Penanganan Infrastruktur di Kalimantan Barat, Bak Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Pembangunan infrastruktur di Kalimantan masih belum merata, khususnya di daerah-daerah perbatasan di Kalimantan Barat. Padahal, pembangunan infrastruktur di kawasan ini sangatlah memegang peranan penting. Tidak saja bagi pertahanan dan keamanan negara, melainkan juga kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan. Masih minimnya infrastruktur di daerah-daerah perbatasan Kalimantan Barat menjadi perhatian khusus bagi Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Barat.

Hingga saat ini, jalan-jalan yang sudah dibuat oleh dinas PU Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat (dalam hal ini Bina Marga) masih ada yang belum bisa menghubungkan satu desa ke desa lain. Sebagai contoh, jalan dari ibu kota kabupaten Sambas menuju ke Aruk sekitar 30 km jauhnya masih belum terhubung, padahal jalan tersebut akan menjadi jalan internasional, apalagi dengan adanya rencana pembukaan pintu gerbang perbatasan Aruk dalam waktu dekat. Demikian pula keadaan jalan negara, salah satunya jalan negara dari Pontianak ke Entikong. Belum lagi kondisi jalan-jalan antarkabupaten, misalnya di Sanggau, yang hancur dan berlubang. Banyaknya lubang-lubang terjadi akibat truk-truk bermuatan besar yang kapasitasnya melebihi 8 ton melewati jalan yang berkapasitas hanya 8 ton. Jalan penghubung antara Kalbar dan Kalteng juga masih belum tembus (terhubung) dan sekitar 72 km lebih masih berupa jalan tanah, sedangkan jalan penghubung antara Kaltim dan Kalteng sudah mulus beraspal.

Jembatan satu-satunya yang bisa menghubungkan jalan Trans Kalimantan dari Kalinantan Barat haruslah melalui sungai di Tayan. Akan tetapi jembatan tersebut masih belum jadi karena saat ini masih dalam tahap pembebasan lahan. Entah kapan diluncurkan dana sehingga jembatan yang rencananya sepanjang 2 km itu bisa terbangun. Jalan Trans Kalimantan yang belum terhubung hanyalah yang menghubungkan dengan Kalimantan Barat saja, sementara Trans Kalimantan yang menghubungkan antarprovinsi lainnya sudah.
Wacana mengenai hal ini sudah lama dilakukan, sudah beberapa tahun yang lalu. Pemerintah Provinsi Kalbar sendiri, dengan luasnya wilayah, kewalahan untuk menangani jalan penghubung antarprovinsi dan antarkabupaten, sehingga memerlukan bantuan dari pusat. Berdasarkan dana, Dinas PU Kalbar dalam 1 tahunnya hanya dapat mengerjakan kurang-lebih 5 km saja. Dinas PU Kalbar saat ini hanya mampu melakukan tambal sulam untuk mengatasi kerusakan jalan. Paling tidak, jangan sampai jalan-jalan itu semakin berlubang. Sebab, jika jalan berlubang, maka orang Malaysia nanti tidak akan mau masuk.
Tujuan dibukanya jalan di perbatasan adalah agar masyarakat tidak terisolir dan sejahtera.

Menurut data alustita (bea&cukai), turis (dari berbagai negara) yang datang ke Kuching Malaysia per tahun sekitar 1 juta orang. Target pemerintah kita 30% dari itu. Namun apabila nantinya pintu perbatasan selain di Entikong dibukan dibuka, namun jalan-jalannya saja rusak, lalu tidak terhubung dengan wilayah lain, apalagi yang menuju ke tempat-tempat wisata (misalnya ke danau Sintarum), maka tidak akan ada turis yang mau ke Indonesia. Dengan demikian, tujuan penyejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan tidak akan tercapai. Namun jika jalan sudah tersedia dan dalam kondisi bagus, lengkap dengan ketersediaan listrik dan air bersih, maka sektor ekonomi dan pariwisata akan dapat berkembang dengan sendirinya. Disitulah masyarakat bisa disejahterakan karena banyak lapangan kerja akan tersedia. Potensi alam dan budaya masyarakat lokal juga menjadi daya tarik tersendiri yang pastinya mampu menarik turis untuk datang.

Adanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam memandang pembangunan daerah di perbatasan antara pemerintah Malaysia dan Indonesia kini menimbulkan masalah yang sangat genting. Pemerintah Malaysia lebih menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat di perbatasan (prosperity) sehingga langsung konsekuen dengan kondisi masyarakat di perbatasan begitu negara Malaysia berdiri dengan memprioritaskan perekonomian masyarakatnya di perbatasan. Sementara pemerintah Indonesia, karena yang diutamakan adalah security (keamanan), maka seolah-olah wilayahnya sedapat mungkin terisolir karena memang tidak ada jalan penghubung di sana, hanya jalan-jalan setapak yang banyak dibuat oleh para penduduk setempat. Pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana di daerah-daerah perbatasan Indonesia tidak meningkat secepat di daerah-daerah perbatasan Malaysia. Hal ini menyebabkan ketergantungan mereka (masyarakat Indonesia di perbatasan) ke Malaysia (yang menyediakan kebutuhan hidup lebih baik dan banyak).

Waktu Entikong dulu dibuka, yang ingin sekali adalah Malaysia, karena pada waktu itu Indonesia lebih unggul. Pada waktu itu pun, jalan menuju Entikong juga belum semuanya mulus. Akan tetapi, hingga 32 tahun lebih pembangunan infrastruktur di Entikong tidak meningkat secara signifikan, bahkan listrik dan air juga tidak sampai ke perbatasan Entikong maupun daerah-daerah pedalaman. Padahal Entikong merupakan pintu gerbang perbatasan yang paling banyak digunakan oleh pelintas batas, baik dari warga Indonesia maupun Malaysia.

Ingat, suatu saat masyarakat di perbatasan bisa lepas ke Malaysia, bukan karena perang, melainkan merebut hati. Ibarat orang yang merasakan cinta tetapi bertepuk sebelah tangan. Jangankan ada suatu perhatian tercurahkan, hanya janji-janji semu yang selalu didapat. Rasa cinta tersebut bisa saja luntur, cinta bisa pula berpindah kelain hati, bahkan bisa berubah dari kekecewaan menjadi dendam. Oleh karena itulah, penanganan pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang tertinggal haruslah segera dilakukan. Janganlah sampai terjadi cinta para warga di sana bertepuk sebelah tangan dan berakhir dengan kekecewaan. Sudah banyak para pejabat yang datang untuk berkunjung, bahkan sampai Presiden dan Menteri yang berjanji untuk memprioritaskan pembangunan di daerah-daerah pedalaman dan perbatasan. Namun hingga kini, janji-janji tersebut tinggallah janji.
Pendapat saya seharusnya pemerintah daerah dan pusat duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik buat menyelesaikan masalah ini. Dan bagi pemerintah daerahnya jangan membangun fasilitas di jalan-jalan utama saja, di daerah perbatasan juga harus di perhatikan malah kalau bisa di utamakan agar warga sekitar perbatasan merasa nyaman tinggal sehingga tidak keluar dari NKRI.